BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh tuhan sebagai makhluk yang berbudaya, hal ini dapat dilihat dari perkembangan
manusia yang ditandai dengan adanya peradaban-peradaban dan juga budaya yang
telah terbentuk.Manusia mendiami wilayah yang
berbeda, berada di lingkungan yang berbeda juga. Hal ini membuat kebiasaan,
adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu wilayah berbeda
dengan yang lainnya. Namun secara garis besar terdapat tiga pembagian wilayah,
yaitu : barat, timur tengah, dan timur.
Kita
di indonesia termasuk ke dalam bangsa timur, yang dikenal sebagai bangsa yang
berkepribadian baik. Bangsa timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan
bersahabat. Orang – orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian
bangsa timur yang tidak individualistis dan saling tolong menolong satu sama
lain.
Menurut
Selo Soemardjan menjelaskan bahwa yang dimaksud masyarakat adalah manusia yang
hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian tak ada masyarakat
yang tidak mempunyai kebudayaan. Sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat
sebagai wadah pendahulunya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama untuk melakukan kegiatan bagi
kepentingan bersama atau sebagian besar hidupnya berada dalam kehidupan budaya.
Masyarakat
atau Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antar etnis dan bangsa di masa
lalu secara biologis. Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang
menghuni di Jakarta dan Bahasa Melayu Kreol adalah bahasa yang digunakannya,
dan juga kebudayaan melayunya adalah kebudayaanya. Kata Betawi sebenarnya
berasal dari kata “Batavia”, yaitu nama kuno Jakarta diberikan oleh Belanda.
Jadi, sangatlah menarik bila diteliti secara sruktur, poses dan pertumbuhan
social Suku Betawi mulai dari sejarahnya, bahasa, kepercayaan, profesi, perilaku,
wilayah, seni dan budayanya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal-usul Suku Betawi
Jakarta yang
berstatus sebagai ibu kota negara Republik Indonesia merupakan suatu kawasan
administrative. Jakarta, selain menjadi pusat pemerintahan juga dikenal sebagai
kota perdagangan dan kebudayaan. Di Jakarta ada suku yang sangat unik,
metropolis, mengenal budaya kota jauh lebih dulu ketimbang New York yang urban,
suku itu adalah suku Betawi. Bagi kita yang tinggal di Jakarta suku Betawi
sesungguhnya tidak asing bahkan menjadi bagian budaya dari orang- orang yang
lahir dan besar di Jakarta.
Suku betawi ini
mengaku dirinya adalah suku asli dari jakarta padahal Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya
tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun
tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas
penduduk Jakarta waktu itu.
Suku
Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum
berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang
disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di
Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain
yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti
orang Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Melayu serta
suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.
Pengakuan
terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan
sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul
pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh
masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada
waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan,
yakni golongan orang Betawi.
Ada juga yang
berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam
benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar
benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar
benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan
di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa Suku Betawi merupakan perpaduan dari beberapa etnis yang
sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti: etnis Sunda, Jawa, Arab, Bali,
Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa. Dari beberapa suku-suku tersebut kemudian
terjadi perkawinan silang antar suku dan munculah suku betawi yang mendiami
daerah Jakarta dan sekitarnya.
2.2 7 Sistem
yang ada pada Suku Betawi
Sebagaimana
kebudayaan yang lain, kebudayaan Betawi juga mempunyai 7 sistem kebudayaan. 7
sistem dari masing-masing kebudayaan yang ada di Indonesia pasti berbeda. Lebih
jelasnya, berikut terdapat pembahasan mengenai sistem-sistem tesebut, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Sistem Religi
Sebagian besar
Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga ada
namun hanya sedikit sekali. Menurut H.
Mahbub Djunaidi kebudayaan betawi sebagai suatu subkultur hampir tidak bisa
dipisahkan dengan agama Islam. Agama Islam sangat mengakar dalam kebudayaan
Betawi terlihat dalam berbagai kegiatan masyarakat betawi dalam menjalani
kehidupan.
Di antara suku
Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar
karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian
dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di
pelabuhan Sunda Kalapa sehingga
terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Kejadian ini juga berdampak
terjadinya proses pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang
Portugis dengan penduduk lokal. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan
menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Umumnya
masyarakat Betawi ini memang beragama Islam, ini dapat terlihat dari kegiatan keagamaan
sehari-hari, misalnya pada seni tari, seni musik, dan seni suara. Tapi pada suku
Betawi juga terdapat upacara adat yang berkaitan dengan religius. Upacara-
upacara tersebut antara lain:
upacara tersebut antara lain:
a.
Kekeba/upacara nujuh bulan
Kekeba adalah upacara nujuh bulan
yang diadakan pada saat hamil tujuh bulan,
dan biasanya dipimpin oleh seorang dukun atau paraji.
b.
Potong Rambut
Potong rambut adalah upacara
pemotongan rambut bayi yang pertama kali setelah bayi berumur 36 hari dan
upacara ini sering disebut upacara selapanan.
c.
Upacara Kerik tangan
Upacara kerik tangan adalah upacara
serah terima perawatan bayi kepada pihak
keluarga yang melahirkan. Selama berlangsungnya upacara ini harus
diiringi dengan pembacaan shalawat
Nabi sebanyak 7 kali.
d.
Upacara Khitanan
Upacara khitanan adalah upacara
peralihan dari masa kanak-kanak memasuki
masa remaja dengan maksud agar kesehatan alat kelamin mudah dibersihkan. Upacara ini biasanya juga disebut
dengan upacara sunatan/sunat.
2. Sistem Bahasa Suku Betawi
Bahasa Betawi
merupakan bahasa sehari-hari suku asli ibu kota negara Indonesia yaitu Jakarta.
Bahasa ini mempunyai banyak kesamaan dengan Bahasa resmi Indonesia yaitu Bahasa
Indonesia. Bahasa Betawi merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak
istilah Melayu Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang digunakan dalam Bahasa Betawi,
seperti kata “niari” untuk hari ini. Persamaan dengan bahasa-bahasa lain di
Pulau Jawa, walaupun ada bermacam-macam Bahasa, seperti Bahasa Betawi, Bahasa
Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain sebagainya tetapi hanya Bahasa
Betawi yang bersumber kepada Bahasa Melayu sepertihalnya Bahasa Indonesia. Bagi
Orang Malaysia mendengar Bahasa ini mungkin agak sedikit tidak faham, kerana
bahasa ini sudah bercampur dengan bahasa-bahasa asing, seperti Belanda, Bahasa
Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan banyak Bahasa-bahasa lainnya. Tetapi
Bahasa ini adalah Bahasa yang termudah dimengerti oleh Orang Malaysia
dibandingkan Bahasa Pulau Jawa yang lain selain Bahasa Indonesia.
Ciri khas Bahasa
Betawi adalah mengubah akhiran “A” menjadi “E”. sebagai contoh,Siape, Dimane,
Ade Ape, Kenape. Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari
kebudayaan Betawi secara umum yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam
kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lai n di Indonesia maupun
kebudayaan yang berasal dari negara – negara asing. Ada juga yang berpendapat
bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan
sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan
Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan
ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran
kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah
menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian
dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan
bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap
orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis
Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau
demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap
dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak,
Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi
Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan
penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saatini
disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa
formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau
bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Bahasa
daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti
bahasa Jawa,bahasa Sunda, bahasa Minang, bahasa Batak, bahasa Madura, bahasa
Bugis, dan jugabahasa Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah
tempat berbagai suku bangsa bertemu.
Untuk
berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia. Selain
itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata
yang terkadang dicampur dengan bahasa asing. Beberapa contoh penggunaan bahasa
ini adalah Please dong ah!, Cape deh!, dan So what gitu loh!
Berikut beberapa
contoh pengelompokan bahasa Betawi adalah sebagai berikut :
·
Bahasa Betawi yang
apabila pada bahasa Indonesia berakhir
dengan vokal a´, maka dalam bahasa Betawi
diganti dengan vokal e´.
Contoh :
- apa = ape
- gula = gule
- tua = tue
- saya = saye
·
Secara fonologis
juga ditandai dengan hilangnya konsonan
h´ yang pada tiap kata bahasa Indonesia
menggunakan vokal h´.
Contoh:
- duapuluh = duapulu
- duapuluh = duapulu
- tujuh = tuju
- pilih = pili
- boleh = bole
·
Penggunaan
partikel dong, deh, sih, yang tidak terdapat kesamaannya dengan bahasa Melayu klasik.
Bahasa Betawi juga mendapat pengaruh dari bahasa Cina yaitu:
- lu = kau, dari bahasa hokkian ³lu´
- nya = ibu, dari bahasa Cina Mandarin ³nyiang´
3. Sistem Mata Pencaharian
Kini Jakarta
yang berpredikat sebagai Daerah Khusus Ibukota, luas wilayahnya 600 Km2 dan
secara astronomis terletak diantara 608 - 11045 L.S. dan 94045Â - 94005 B.T.
Rata-rata tinggi wilayah dari permukaan air laut kira-kira 7 meter. Di wilayah
bagian Selatan keadaan tanahnya lebih subur dibandingkan dibagian Utara,
sehingga di daerah ini penduduk asli kebanyakan mata pencaharian utamanya
adalah bertani, baik bertani padi, sayur-sayuran maupun buah-buahan. Dengan
perkembangan penduduk yang semakin meningkat, maka tanah-tanah pertanian maupun
perkebunan semakin sempit karena dijadikan tempat pemukiman baru. Hal tersebut
turut merubah mata pencaharian penduduk menjadi pedagang, buruh, tukang dan
sebagainya. Sedangkan mereka yang bermukim di daerah Utara umumnya menjadi
nelayan.
Mata pencaharian
orang Betawi juga dapat dibedakan antara yang berdiam di tengah kota
dan yang tinggal di pinggiran. Di daerah pinggiran sebagian besar adalah
petani buah-buahan, petani sawah dan pemelihara ikan. Namun makin
lama areal pertanian mereka makin menyempit, karena makin banyak yang
dijual untuk pembangunan perumahan, industri, dan lain-lain. Akhirnya para
petani ini pun mulai beralih pekerjaan menjadi buruh, pedagang, dan
lain-lain. Berikut beberapa contoh mata pencaharian dari beberapa kampung yang
termasuk dalam masyarakat Suku Betawi :
·
Kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong
banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain).
Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik. Profesi pedagang,
pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni
oleh warga Kemanggisan.
·
Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan
Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah.
·
Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum
pekerja kantoran sejak zaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka
juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga
kerap dilakoni.
4. Sistem IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi)
Rumah adat
a. Rumah Bapang atau sering
disebut rumah kebaya.
![]() |
Ciri khas rumah ini adalah teras rumahnya yang luas
disanalah ruang tamu dan bale tempat santai pemilik rumah berada, semi terbuka
hanya di batasi pagar setinggi 80 cm dan biasanya lantainya lebih tinggi dari
permukaan tanah dan terdapat tangga terbuat dari batubata di semen paling
banyak 3 anak tangga. Depan dan sekeliling rumah adalah halaman rumah yang luas
baru pagar paling luar dari rumah tersebut. Bentuknya sederhana dan terbuat
dari kayu dengan ukiran khas betawi dengan bentuk rumah kotak ( dibangun diatas
tanah berbetuk kotak). Rumah Bapang terdiri dari ruang tamu, ruang
keluarga, ruang tidur, kamar mandi, dapur dan teras extra luas.
b. Rumah Gudang.
Rumah Betawi
berstruktur rangka kayu atau bambu, sementara alasnya berupa tanah dan di tekel
atau di semen. Keunikannya dan ciri khas dari rumah betawi terletak pada
lisplank rumah ini adalah terbuat dari material kayu papan yang diukir dengan
ornamen segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’ khas banget betawinya.
Di bagian tengah dari rumah tersebut di pakai sebagai ruang tinggal di dalamnya
ada kamar tidur, ruang makan, dapur dan kamar mandi dibatasi dinding kayu
tertutup dan beberapa jendela untuk ventilasi udara, di luarnya merupakan
terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah yang juga
bermaterialkan kayu, genteng untuk atab rumah bermaterialkan tanah. Dinding
bagian depan dari rumah ini biasanya bersistem knock down atau bisa di bongkar
pasang berguna jika pemilik rumah menyelenggarakan hajatan yang membutuhkan
ruang lebih luas.
5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Betawi
Pada masyarakat betawi, sistem
kekerabatannya sesuai dengan sistem kekerabatan
di dalam budaya Islam yaitu sistem kekerabatan parental atau bilateral. Artinya kerabat
dekat dan kerabat jauh dapat ditelusuri dari kerabat Ayah dan kerabat Ibu. Kedudukan
dalam keluarga baik laki-laki maupun wanita hampir mempunyai kedudukan dan hak-hak
yang sama. Misalnya dalm memperoleh warisan, pendidikan dan lain-lain, hanya dalam
pembagian warisan anak laki-laki biasanya memperoleh dua kali lipat lebih banyak dari
perempuan. Tetapi untuk pendidikan masyarakat dahulu lebih mementingkan laki-laki,
sedang yang perempuan hanya tinggal dirumah. Sebab masyarakat Betawi dahulu
beranggapan bahwa, perempuan itu setelah menikah pasti ruang lingkup pekerjaannya
hanya dapur, sumur, dan kasur. Berbeda dengan sekarang, dalam hal pendidikan dan yang
lain-lain perempuan sudah disamakan, kecuali pada pembagian warisan hukum adat masih
berlaku sampai sekarang.
di dalam budaya Islam yaitu sistem kekerabatan parental atau bilateral. Artinya kerabat
dekat dan kerabat jauh dapat ditelusuri dari kerabat Ayah dan kerabat Ibu. Kedudukan
dalam keluarga baik laki-laki maupun wanita hampir mempunyai kedudukan dan hak-hak
yang sama. Misalnya dalm memperoleh warisan, pendidikan dan lain-lain, hanya dalam
pembagian warisan anak laki-laki biasanya memperoleh dua kali lipat lebih banyak dari
perempuan. Tetapi untuk pendidikan masyarakat dahulu lebih mementingkan laki-laki,
sedang yang perempuan hanya tinggal dirumah. Sebab masyarakat Betawi dahulu
beranggapan bahwa, perempuan itu setelah menikah pasti ruang lingkup pekerjaannya
hanya dapur, sumur, dan kasur. Berbeda dengan sekarang, dalam hal pendidikan dan yang
lain-lain perempuan sudah disamakan, kecuali pada pembagian warisan hukum adat masih
berlaku sampai sekarang.
Tetapi pada umumnya masyarakat
Betawi atau Jakarta asli dalam hal susunan masyarakat dan sistem kekerabatanya,
menganut sistem patrilineal yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui garis
keturunan laki-laki saja. Karena itu mengakibatkan tiap-tiap individu dalam
masyarakat memasukan semua kaum kerabat ayah dalam hubungan kekerabatannya,
sedangkan semua kaum kerabat ibu diluar garis hubungan kekerabatannya. Misalnya dalam memperoleh warisan, pendidikan dan
lain-lain. Dalam pembagian warisan anak laki-laki biasanya memperoleh dua kali
lipat lebih banyak dari perempuan.
Tetapi untuk pendidikan masyarakat dahulu lebih mementingkan laki-laki,
sedangkan yang perempuan hanya tinggal
dirumah. Sebab masyarakat Betawi dahulu beranggapan bahwa, perempuan itu setelah menikah
pasti ruang lingkup pekerjaannya hanya dapur, sumur, dan kasur. Berbeda dengan
sekarang, dalam hal pendidikan dan yang lain-lain perempuan sudah disamakan, kecuali pada
pembagian warisan hukum adat masih berlaku sampai sekarang.
Ada beberapa hal
yang positif yang dimiliki oleh masyarakat Betawi antara lain, jiwa sosial
mereka tergolong sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu
berlebih dan cenderung tendensius atau fanatik. Orang Betawi juga sangat
menjaga nilai – nilai agama yang tercermin dari ajaran orang tua (terutama yang
beragama Islam) kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai
pluralisme. hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi
dan pendatang dari luar Jakarta. Orang Betawi sangat menghormati budaya yang
mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan
lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong,
ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain. Berikut penjelasannya agar lebih
dipahami :
·
Upacara
Perkawinan
Upacara
perkawinan adat Betawi ditandai dengan serangkaian prosesi. Didahului masa
perkenalan melalui Mak Comblang. Dilanjutkan lamaran. Pingitan. Upacara
siraman. Prosesi potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan uang logam yang
diapit lalu digunting. Malam pacar, mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku
tangannya dengan pacar.
Puncak adat
Betawi adalah Akad nikah. Mempelai wanita memakai baju kurung dengan teratai
dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing
serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Dahi
mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit menandakan masih gadis
saat menikah. Mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, Hem, Jas, serta
kopiah. Ditambah baju Gamis berupa Jubah Arab yang dipakai saat resepsi
dimulai.
Perkawinan
adat betawi lebih bernafaskan Islam. Hal ini dapat terlihat dari upacara ijab
qabul dan tarian-tarian pengantar dari acara yang dilaksanakan keluarga.
Dalam pelaksanaan
adat perkawinan mempunyai beberapa tahapan yaitu:
a. Pengiriman utusan, dalam pengiriman utusan ini pemuda yang sudah mempunyai ketetapan hati pada kekasihnya akan mengirim utusan untuk melamar sigadis pujaannya. Hal ini dimaksudkan bahwa si pemuda adalah orang yang baik, serta orang yang mempunyai latar belakang baik. Dalam pengiriman utusan biasanya si pemuda didampingi oleh kedua orang tuanya.
b. Penentuan hari perkawinan, pada saat inilah diadakan rembukan kedua keluarga untuk menentukan hari, tanggal, dan tahun yang baik uantuk mengadakan perkawinan. Pada saat inilah si pemuda mulai memikirkan mas kawin apa yang yang diberikan pada si gadis. Mas kawin yang lazim diberikan biasanya berupa seperangkat alat shalat dan perhiasan emas untuk pihak gadis.
c. Ijab qabul, yaitu upacara pengesahan antara seorang laki-laki dan wanita untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga.
d. Upacara adat, setelah upacara ijab qabul selesai maka telah syah hubungan suami istri keduanya, namun ada kalanya kedua belah pihak ingin mengadakan resepsi yang dilaksanakan secara adat asal kedua belah pihak mempelai.
6. Sistem Peralatan Hidup Suku Betawi
Betawi
memiliki perkembangan yang bisa dikatakan paling pesat dari semua daerah yang
tersebar di Indonesia. Begitu juga dengan pesatnya perkembangan teknologi yang
dialami di Jakarta. Teknologi Suku Betawi didatangkan dari negara asing,
seperti senjata api, kapal laut, kompas, teropong, peralatan pabrik dan
bercocok tanam, dan lain sebagainya.

Masyarakat Betawi banyak mengadaptasi perkembangan peralatan
teknologi yang di buat di Jepang. Sayang untuk dikatakan, tetapi masyarakat
Betawi merupakan konsumen yang memiliki sifat ‘konsumtif’ yang secara
langsungmempengaruhi negara kita.
a.
Senjata
Tradisional Betawi Genre Awal
·
Rotan
Rotan adalah jenis senjata tradisional
Betawi yang digunakan pada permainan Seni Ketangasan Ujungan, termasuk kategori
senjata alat pemukul. Disinyalir dari Seni Ujungan inilah awal beladiri
berkembang. Pada masa awal terbentuknya Seni Ketangkasan Ujungan, rotan yang
digunakan mencapai panjang 70-100cm. Pada ujung rotan disisipkan benda-benda
tajam seperti paku atau pecahan logam, yang difungsikan untuk melukai lawan.
·
Punta
Punta adalah
senjata tajam jenis tusuk, dengan panjang sekitar 15-20cm. Senjata ini lebih
berfungsi sebagai senjata pusaka yang menjadi simbol strata sosial pada waktu
itu, karena senjata tajam ini tidak pernah digunakan untuk bertarung. Di Jawa
Barat mungkin dikenal sebagai Kujang, namun Kujang lebih variatif dari segi
bentuk dan motif ciung.
·
Beliung Gigi Gledek
Beliung adalah
sejenis kapak dengan mata menyilang kearah gagang pegangan, umumnya digunakan
sebagai perkakas untuk membuat kayu. Beliung Gigi Gledek merupakan jenis kapak
dengan mata kapak terbuat dari batu, merupakan teknik pembuatan senjata sisa
peninggalan zaman batu baru di Betawi yang masih tersisa antara abad 1-3M.
Beberapa tokoh yang diketahui pernah menggunakan ini sebagai senjata andalannya
adalah Batara Katong (Wak Item) dan Salihun pemimpin kelompok Si Pitung.
Beliung digunakan Salihun sebagai sarana dalam melakukan aksi perampokan maupun
pelarian dengan memanjat pagar tembok.
·
Cunrik (Keris Kecil Tusuk Konde)
Cunrik merupakan
senjata tradisional para perempuan Betawi, biasa digunakan oleh para resi
perempuan yang tidak ingin menonjolkan kekerasan dalam pembelaan dirinya,
terbuat dari besi kuningan dengan panjang kurang dari 10cm. Salah seorang resi
perempuan yang terkenal menggunakan cunrik ini adalah Buyut Nyai Dawit,
pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan (1518). Dimakamkan di Pager
Resi Cibinong.
b. Senjata
Tradisional Betawi yang dipakai dalam Maen pukulan
·
Kerakel (Kerak Keling) / Blangkas
Kerakel (Kerak
Keling) merupakan jenis senjata pemukul, merupakan perkembangan dari senjata
rotan Ujungan. Orang Betawi Rawa Belong lebih mengenalnya dengan sebutan
Blangkas. Batang pemukul pipih memiliki panjang lebih pendek dari rotan
(40-60cm), terbuat dari hasil sisa pembakaran baja hitam (kerak keling) yang
dicor. Ujung gagang lancip yang difungsikan juga sebagai alat penusuk. Pada
gagang dibuat lebih ringan dengan bahan terbuat dari timah. Agar tidak licin
para jawara zaman dulu melapisinya dengan kain. Sekilas bentuk Kerakel mirip
dengan Kikir, sejenis perkakas yang difungsikan sebagai pengerut besi.
Pada akhir abad
17 orang-orang peranakan cina di luar kota memodifikasi kerakel menjadi sebuah
bilah dengan dua mata tajam, di sebut Ji-Sau (Ji, berarti dua-Sau, berarti
bilah). Seiring dengan perkembangan waktu, lidah masyarakat Betawi memetaforkan
kata ji-sau menjadi pi-sau, sekalipun pi-sau hanya bermata satu.
·
Golok
Golok merupakan
jenis senjata tajam masyarakat Melayu yang paling umum ditemukan, walaupun
dengan penamaan yang berlainan berdasarkan daerahnya. Sebagian besar masyarakat
di pulau Jawa sepakat menamakan senjata tajam jenis “bacok” ini dengan golok.
Pada masyarakat Betawi keberadaan golok sangat dipengaruhi kebudayaan Jawa
Barat yang melingkupinya. Perbedaan diantara keduanya dapat dilihat dari model
bentuk dan penamaannya, sedangkan kualitas dari kedua daerah ini memiliki
kesamaan mengingat kerucut dari sumber pande besi masyarakat Betawi mengacu
pada tempat-tempat Jawa Barat, seperti Ciomas di Banten dan Cibatu di Sukabumi.
·
Golok Gobang
Golok Gobang,
adalah golok yang berbahan tembaga, dengan bentuk yang pendek. Panjang tidak
lebih dari panjang lengan (sekitar 30cm) dan diameter 7cm. Bentuk Golok Gobang
yang pada ujung (rata) dan perut melengkung ke arah punggung golok, murni
digunakan sebagai senjata bacok. Di Jawa Barat model Golok Gobang ini dinamakan
Golok Candung. Bentuk gagang pegangan umumnya tidak menggunakan motif ukiran
hewan, hanya melengkung polos terbuat dari kayu rengas. Masyarakat Betawi
tengah menyebutnya dengan istilah “Gagang Jantuk”. Bilah golok gobang polos
tanpa pamor atau wafak yang umum dipakai sebagai golok para jawara, dengan
diameter 6cm yang tampak lebih lebar dari golok lainnya
·
Golok Ujung Turun
Golok jenis ini
adalah golok tanding dengan ujung yang lancip, panjang bilah sekitar 40cm,
dengan diameter 5-6cm. Umumnya golok Ujung Turun ini menggunakan wafak pada
bilah dan motif ukiran hewan pada gagangnya. Gagang dan warangka golok lebih
sering menggunakan tanduk, hal ini dimaksudkan sebagai sarana mengurangi beban
golok ketika bertarung. Di Jawa Barat golok jenis ini merupakan perpaduan
antara jenis Salam Nunggal dan Mamancungan.
·
Golok Betok & Badik Badik
Golok Betok
adalah golok pendek yang difungsikan sebagai senjata pusaka yang menyertai
Golok Jawara, begitupun Badik Badik yang berfungsi hanya sebagai pisau serut pengasah
Golok Jawara. Kedua senjata tajam ini digunakan paling terakhir manakala sudah
tidak ada senjata lagi di tangan.
·
Siku
Orang Betawi
menyebutnya sebagai Siku, karena bentuknya yang terdiri dari dua batang besi
baja yang saling menyiku atau menyilang. Ujung tajam menghadap ke lawan. Dalam
setiap permainan siku selalu digunakan berpasangan. Dalam istilah lain senjata
tajam jenis ini disebut Cabang atau Trisula.
7.
Sistem Kesenian Suku Betawi
Segala sesuatu
yang berkaitan dengan kesenian atau kebudayaan betawi adalah hasil peleburan
dari beberapa macam kebudayaan yang ada di Tanah Betawi melalui masa gradual
change yang tidak sekejap. Hasil peleburan atau alkuturasi itu
membentuk kebudayaan baru yang “terlepas” dari masing-masing kebudayaan yang
mempengaruhinya. Kesenian Betawi yang didapat dari peleburan atau pencampiran
tersebut adalah sebagai berikut :
·
Tari-tarian
Seni tari di
Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di
dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan
Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum
penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang
paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul senitari dengan gaya dan
koreografi yang dinamis. Berikut beberapa tarian yang berasal asli dari betawi
:
a. Tari cokek
Tari Cokek
merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi tempo dulu. Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan
untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih
Kuning dan sebagainya, di samping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut
tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan.
Tarian khas Tangerang ini diwarnai
budaya etnik Cina. Penarinya mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian cokek
mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini
kerap identik dengan keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh sebagian
masyarakat.
Pembukaan pada
tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah
maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu
meningkah gerakan kaki. Setelah itu mereka mengajak tamu untuk menari bersama,
dengan mengalungkan selendang. pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling
terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari, maka mulailah
mereka ngibing; menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak
yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan
itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan
memutar dalam lingkaran yang cukup luas. Pakaian penari cokek biasanya terdiri
atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna. Ada
yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan
mencolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain
berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan
kedua ujungnya terurai ke bawah rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada
pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar,
dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.
b. Tari belenggo
Salah satu jenis
musik dan tari dari Betawi. Kata belenggo mungkin sama artinya dengan
"tari". Kemungkinan ucapan belenggo merupakan perkembangan dari kata
"lenggo", namun bisa pula kata "lenggo" itu diambil dari
bahasa Jawa, yang artinya "duduk". Dalam kenyataan, pemain musik
memang duduk di tikar dan penari-penari pun hampir tidak sepenuhnya berdiri,
kecuali hampir berjongkok sambil menggerak-gerakkan tangannya sebagaimana
lazimnya tarian padang pasir.
Belenggo sebagai
suatu pementasan musik dan tari telah dikenal di Batavia sejak zaman penjajahan
Belanda. Merupakan suatu pementasan khas Betawi dengan pengaruh Cina, mirip
tari Ronggeng. Diiringi dengan tiga rebana yang berbeda ukurannya, satu
atau dua rebab yang lazim digunakan dalam gamelan Sunda, yang kadang-kadang
diganti dengan biola dan alat musik menyerupai kecapi yang disebut sampan cina.
Gerak tarian sangat terbatas dan semua pemainnya lelaki.
Gerak tarian
mempunyai banyak persamaan dengan tarian Melayu dan Gambus Zapin, musik dan tari
yang dikenal di Batavia pada masa penjajahan Belanda. Tariannya tidak memiliki
pola yang tetap. Pada umumnya gerak tarinya diambil dari gerak-gerak pencak
silat dan tergantung dari perbendaharaan gerak pencak silat yang dimiliki
penari yang bersangkutan. Lagu pengiringnya berupa lagu-lagu Melayu. Pakaian
penari seragam hitam (seperti yang biasa dipakai pemain pencak silat).
Dahulu alat
musik pengiringnya orkes yang alat-alatnya terdiri dari tiga buah rebana yang
tidak sama besarnya, sebuah rebab yang umum digunakan dalam gamelan Sunda, atau
diganti dengan biola, dan sebuah "moon guitar" yang terkenal dengan
nama ''Cina Sampan." Berdasarkan musik pengiringnya, tari Belenggo dibagi
menjadi dua macam:
1) Belenggo Rebana, O yang dimainkan
oleh anggota grup Rebana Biang secara bergantian. Pada masa lalu Rebana Biang
baru dimainkan apabila malam telah larut. Sebelumnya hanya dimainkan lagu
dzikir dan lagu-lagu Sunda Gunung, misalnya lagu Kangaji, Anak Ayam, Sanggreh
atau Sangrai Kacang, dan sebagainya. Apabila telah banyak yang mengantuk, maka
barulah dimainkan tari Belenggo. Seniman Belenggo pada umumnya adalah petani.
2) Belenggo Ajeng, yang dimainkan dengan
iringan Gamelan Ajeng. Penari dalam Belenggo Ajeng bukan hanya anggota
rombongan Ajeng, tetapi orang-orang luar terutama yang bermaksud membayar
kaul. Belenggo Ajeng dimainkan setelah 'nyapun', yaitu menaburi kedua
mempelai dengan beras kuning, uang, dan bunga-bunga diiringi lagu khusus
semacam kidung. Siapa saja yang berminat, dengan mendahulukan yang berkaul,
dipersilakan untuk menari.
Tari Belenggo
bersifat improvisatoris dan tidak membawa tema cerita ataupun lukisan tertentu.
Tari Belenggo dilakukan di tengah-tengah pemain musik. Tari Belenggo ini
diwariskan secara turun-temurun dan merupakan tontonan yang digemari masyarakat
di wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan. Masyarakat pendukung tari Belenggo Ajeng
dengan sendirinya menjadi pendukung Gamelan Ajeng. Masyarakat tersebut adalah
Kelapa Dua Wetan, Gandaria, dan Cijantung (Jakarta Timur).
c. Tari japin/ zapin
Jenis tari
ketangkasan dan kelincahan gerak yang indah dan berirama. Pada awalnya tarian
ini hidup di kalangan santri, terutama sebagai pengisi waktu senggang mereka
setelah selesai belajar ilmu agama dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Melihat gerak dan komposisinya, maka dapat diduga tarian ini merupakan
penyesuaian tari-tari kepahlawanan dari Timur Tengah, dan masuk ke Indonesia
bersamaan dengan awal pengembangan agama Islam.
Tari Zapin
merupakan ragam seni tari yang berkembang di daerah Betawi. Artinya Tari Zapin sendiri merupakan tari langkah yang
tidak banyak [removed][removed] mempergunakan gerakan tangan ataupun anggota
tubuh lainnya. Biasanya Tari Zapin hanya
dibawakan oleh dua orang lelaki yang mengambil tempat di tengah-tengah
lingkaran musik yang mengiringnya. Tarian Zapin
tidak membawa tema cerita atau lukisan tertentu dan mempunyai susunan gerakan
yang pasti.
Musik pengiring
tarian ialah Rebana Zapin atau Orkes
Gambus. Jika dilihat dari segi fungsinya, Tari Zapin
dikelompokkan ke dalam tarian pergaulan dan dalam penampilannya tidak ada
jarak antara penari dan penonton. Penonton bebas untuk tampil di arena sebagai
penari. Tari Zapin telah berkembang
sedemikian rupa, dan banyak dipengaruhi oleh seni tari setempat. Umumnya
dikembangkan oleh masyarakat dari rumpun bangsa Melayu, misalnya di Bengkalis,
Siak, Pekanbaru, di Riau. Kemudian juga di Sumatera Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Betawi (Jakarta).
Gerakan tari
terutama ditekankan pada kelincahan rentak kaki, dan kelenturan tubuh melakukan
gerak berputar, maju mundur dengan cepat. Keharmonisan tari ini terlihat jika
ditarikan secara berpasangan, atau oleh beberapa orang penari yang bergerak
serentak, demikian cepat, lincah sehingga mendebarkan hati yang melihat. Pada
dasarnya hanya dibawakan oleh penari pria, dengan mengandalkan irama rentak
kaki dan jentikan jari tangan. Tetapi pada masa kini sering pula ditarikan oleh
penari puteri berpakaian muslim, tanpa kehilangan kelincahannya. Ragamnya yang
cukup banyak menunjukkan bahwa tari ini cukup diminati. Hanya saja tari ini
jarang dipertontonkan sebagai hiburan di tempat-tempat umum.
d. Tari samrah
Salah satu
tarian masyarakat Betawi yang merupakan hasil kebudayaan Melayu.
Pengaruh Melayu tampak pada kostum, musik, tari, dan teaternya.
Gerakan tarinya banyak menunjukkan persamaan dengan umumnya
tari Melayu, mengutamakan gerak langkah kaki dan lenggang berirama.
Tari Samrah biasa dilakukan berpasangan atau perorangan.
Mereka menari dengan diiringi nyanyian seorang biduan dengan nyanyian
berupa pantun.
Tarian ini diiringi musik gambus
yang terdiri dari harmonium, gendang, biola, dan gambus.
Cara menarinya hanya melenggak-lenggok sambil menggerakkan kedua
belah tangan seperti tarian Melayu. Tarian itu bertujuan menghibur dan
memperluas pergaulan. Sambil menari, para penari juga dapat
berkenalan dengan gadis-gadis cantik yang kemudian dapat dijadikan
pacarnya.
Perbedaan antara
tari Samrah dengan tari Zapin, Belenggo, Cokek, dan Topeng
terletak pada gerakan jongkok, yang di dalam Samrah disebut Salawi,
yaitu gerakan jongkok hampir seperti duduk bersila. Persamaan tari
Samrah dengan tarian Betawi lainnya terlihat pada posisi tubuh yang agak
membungkuk, dan tari ini dapat dijadikan sebagai tari pergaulan.
Dalam menari, penari turun secara berpasangan dan berjoget dengan
diiringi nyanyian yang dilantunkan seorang biduan, nyanyiannya berupa
pantun dengan tema lagu tentang cinta keagamaan dan cinta
wanita (dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri sebagai orang tak
punya, buruk rupa, namun bertekad untuk mencintai wanita
cantik. Berdasarkan iramanya, tari Samrah terbagi menjadi dua macam:
a. Tarian yang
berirama lembut: tari Sawo Matang, tari Musalma, tari Mamira, dll.
b. Tarian yang
berirama cepat: tari Bayang-bayang, tari Jali-jali, tari Cendrawasih, dll.
Penari Samrah
umumnya adalah kaum lelaki. Busana yang dikenakan berupa
baju potongan teluk belanga yang sewarna dengan celananya. Pelekat
dikenakan di luar baju sampai batas lutut, mengenakan selendang yang
berwarna kontras dengan warna baju. Mengenakan kopiah berwarna
hitam dari beludru. Dari lagu maupun tariannya dapat diketahui bahwa
kesenian ini berasal dari Melayu. Di samping kesenian,
kebudayaan Melayu yang memberikan pengaruh terbesar di Betawi adalah
bahasa, dimana bahasa Melayu adalah penyusun bahasa Betawi
dengan berbagai sub dialeknya. Tokoh-tokoh Samrah berjasa
mempertahankan kelangsungan hidup kesenian ini antara lain Harun
Rasyid, Jajang S, Ali Sabeni dll.
e. Tari uncul
Salah satu jenis
tarian masyarakat Betawi. Merupakan bagian yang biasa diselipkan dalam
pertunjukan Ujungan Betawi (yang disebut juga gitikan atau sabetan).
Tari Uncul berfungsi sebagai rangsangan
dan tantangan kepada lawan dalam arena ujungan yang diselenggarakan dalam pesta
panen atau pesta-pesta lainnya.
Musik
pengiringnya disebut Sampyong. Terdiri dari sebuah atau lebih Sampyong, sejenis
gambang yang sederhana sekali yang bilahannya terbuat dari bambu atau kayu,
jumlah bilahnya biasanya empat buah, ditambah kentongan bambu dan tanduk
kerbau. Suara Sampyong yang monoton bagi penggemar Ujungan menimbulkan semangat
bertanding yang menggelora. Kostum yang dipakai pemain atau penari Uncul dan Ujungan biasanya tidak ditetapkan,
tetapi umumnya terdiri dari celana pangsi hitam, berkaos oblong berwarna hitam
atau bertelanjang dada. Sambil memegang pukulan dari rotan sebesar jari kaki,
panjangnya lebih kurang 80 cm. Penari Uncul
yang tampil di arena terlebih dahulu memberi hormat kepada penonton dengan
membungkukkan badannya. Setelah itu baru menari dengan gerakan-gerak pukulan,
tangkisan dan sebagainya dengan alat pemukulnya, secara berirama sesuai iringan
musik Sampyong, ada pula yang menari dengan gerakan-gerakan yang lucu seperti
gerakan kera, atau gerakan-gerakan yang dapat memancing dan memanaskan hati
lawan. Pemain kesenian ini umumnya adalah para petani. Di Jakarta, Uncul dapat ditemui di Jakarta Timur mulai
dari Ceger, Bambu Apus, Kampung Setu, Kali Malang, Cakung, Sukapura, dan
daerah-daerah perbatasan dengan Bekasi. Tokoh-tokoh tari Uncul di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
antara lain; Yakub, Mamad, Peto, Sapri dll, yang umumnya telah berusia lanjut.
f. Tari pencak silat
Salah satu jenis
kesenian masyarakat Betawi. Tarian ini sepenuhnya merupakan aneka gerak pencak
silat dengan diiringi oleh tabuhan khusus yang disebut gendang pencak. Iringan
lainnya yang sering juga digunakan ialah Gambang Kromong serta Gamelan Topeng.
Tarian Pencak Silat belum lama berkembang, hal ini dikarenakan ahli-ahli pencak
silat Betawi pada masa lalu lebih mengutamakan 'isi' daripada 'kembangan'
silat. Kembangan hanya dianggap membuang waktu dan mereka berpendapat bahwa
pencak silat bukan untuk dipamerkan, melainkan untuk membela diri. Kemudian
Tari Pencak Silat dikembangkan untuk mengelabuhi penguasa saat mereka
menggembleng anak didiknya dalam mempelajarai ilmu silat dan ilmu bela diri.
Gaya-gaya tari yang terkenal antara lain gaya sera, gaya pecu, gaya
rompas, dan gaya bandul. Tari silat Betawi menunjukkan aliran
atau gaya yang diikuti penarinya masing-masing.
Di wilayah
Betawi, berkembang beberapa aliran pencak silat seperti Lintau, Cimande,
Cikalong, Syahbandar, Kwitang, Tanah Abang (Cingkrik), Kemayoran, dsb. Juga
terdapat berbagai macam gaya seperti gaya Sera, Pecut, Rompas, Bandul,
dsb. Tari Pencak Silat dilakukan dengan diiringi musik orkes Gambang Kromong,
Rebana Biang, ataupun Gendang Pencak.
g. Tari yapong
Satu jenis
tarian tradisional yang diciptakan untuk pertunjukan. Yapong bukan tari pergaulan seperti Jaipongan, yang berasal dari
Jawa Barat, namun kemudian dalam perkembangannya kadang kala berfungsi sebagai
tari pergaulan untuk mengisi acara menari sesuai permintaan karena tarian ini
penuh dengan variasi.
Yapong mula-mula diorbitkan
dalam rangka mempersiapkan acara peringatan HUT Kota Jakarta ke-450 pada tahun
1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan DKI menyiapkan sebuah pergelaran tari
massal yang spektakuler dengan mempergelarkan cerita . perjuangan Pangeran
Jayakarta. Pergelaran berbentuk sendratari ini dipercayakan penggarapannya
kepada seniman Bagong Kussudiarjo. Untuk mempersiapkan pergelaran itu, Bagong
mengadakan penelitian selama beberapa bulan mengenai kehidupan masyarakat
Betawi melalui perpustakaan, film, slide maupun langsung pada masyarakat
Betawi. Akhirnya pergelaran tari ini berhasil dipentaskan pada tanggal 20 dan
21 Juni 1977 di Balai Sidang Senayan. Pementasannya didukung 300 orang artis
dan musikus.
Tari Yapong merupakan suatu tari gembira dengan
gerakan yang dinamis dan erotis. Dalam adegan tersebut dipertunjukkan suasana
gembira menyambut kemenangan Pangeran Jayakarta. Adegan ini dinamai Yapong dan tidak mengandung arti apapun. Namun
istilah Yapong ini lahir dari bunyi
lagunya ya, ya, ya, ya, yang dinyanyikan artis pengiringnya serta suara musik
yang berkesan pong, pong, pong, sehingga lahirlah "ya-pong" dan
berkembang menjadi Yapong.
h. Tari topeng betawi
Tarian Topeng
sebenarnya merupakan salah satu ciri khas budaya tari di Indonesia. Pada
awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan China seperti Jaipong
dan Tari Topeng yang para pemainnya menggunakan kostum penari khas pemain Opera
khas negeri Tirai Bambu tersebut. Tari Topeng adalah visualisasi gerak, yang
dibuat tanpa melalui konsep yang khusus. Di dalamnya ada pengaruh budaya Sunda,
namun memiliki ciri khasnya berupa selancar. Para penarinya menggunakan topeng
yang mirip dengan Topeng Banjet Karawang Jawa Barat, namun dalam topeng Betawi
memakai Bahasa Betawi. Dalam Tarian Topeng Betawi sendiri ada tiga unsur di
dalamnya yaitu musik, tari dan teater. Tarian dalam Topeng Betawi inilah yang
disebut Tari Topeng.
Secara umum,
Tari Topeng adalah jenis tarian yang penarinya mengenakan topeng. Topeng
sendiri telah ada di Indonesia sejak zaman pra-sejarah. Secara luas digunakan
dalam tari yang menjadi bagian dari upacara adat atau penceritaan kembali
cerita-cerita kuno dari para leluhur. Makna topeng dalam keseharian masyarakat
Indonesia, khususnya Betawi kabarnya dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat
menjauhkan dari petaka. Tari Topeng Betawi, gerakannya lincah dan riang.
Biasanya, tarian ini diiringi musik rebab, kromong tiga, gendang besar,
kulanter, kempul, kecrek dan gong buyung.
Karena tarian
ini bersifat teatrikal dan memiliki unsur komunikasi meski lewat gerak, maka
biasanya Tari Topeng Betawi memiliki tema besar dalam setiap pertunjukannya.
Biasanya tema yang diangkat adalah kritik sosial mengenai kemiskinan di pada
masa kolonial, atau terkadang hanya menyajikan guyonan semata. Awalnya Tari
Topeng Betawi disajikan secara berkeliling oleh para seniman, terutama sebagai
bagian hiburan dari pesta pernikahan atau khitanan. Pertunjukan Tari Topeng
Betawi biasa digelar semalam suntuk.
Unsur magis dari
topeng sendiri perlahan-lahan bergeser. Awalnya, jika orang yang
menyelenggarakan pesta atau hajat kemudian menggundang kelompok Tari Topeng,
maka orang tersebut memiliki tujuan agar dia dan keluarganya dijauhkan dari
petaka. Tetapi, kemudian hal tersebut bergeser lebih pada kemeriahan yang
diberikan tarian ini dapat pula memeriahkan pestanya. Pesta-pesta besar
sepertinya kurang lengkap tanpa adanya Tari Topeng Betawi.
Di Betawi
sendiri, tari topeng ini mempunyai beberapa varian seperti Tari Lipet Gandes,
Tari Topeng Tunggal, Tari Enjot-enjotan, Tari Gegot, Tari Topeng Cantik, Tari
Topeng Putri, Tari Topeng Ekspresi, dan Tari Kang Aji.
·
Musik
Musik Dalam
dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur priburni
dengan unsur Cina, Eropa dan budaya barat lainnya. Beberapa kesenian music yang
berasal dan ada di Suku Betawi adalah :
a. Tanjidor
Salah satu jenis
musik Betawi yang mendapat pengaruh kuat dari musik Eropa. Pada
musik Tanjidor alat musik yang
paling banyak dimainkan adalah alat musik tiup, seperti klarinet,
piston, trombone serta terompet. Jenis musik ini muncul pada abad ke-18,
yang ketika itu dimainkan untuk mengiringi perhelatan atau mengarak
pengantin. Namun akhir-akhir ini musik tanjidor
sering ditampilkan untuk menyambut tamu agung. Merupakan suatu
ansambel musik yang namanya lahir pada masa penjajahan Hindia
Belanda di Betawi (Jakarta). Kata "tanjidor"
berasal dari kata dalam bahasa Portugis tangedor, yang berarti
"alat-alat musik berdawai (stringed instruments)". Tetapi dalam
kenyataannya, nama Tanjidor tidak
sesuai lagi dengan istilah asli dari Portugis itu. Namun yang masih
sama adalah sistem musik (tonesystem) dari tangedor, yakni sistem
diatonik atau duabelas nada berjarak sama rata (twelve equally spaced
tones). Ansambel Tanjidor
terdiri dari alat-alat musik seperti berikut: klarinet (tiup), piston
(tiup), trombon (tiup), saksofon tenor (tiup), saksofon bas (tiup),
drum (membranofon), simbal (perkusi), dan side drums (tambur).
Pemain-pemainnya
terdiri dan 7 sampai 10 orang. Mereka mempergunakan peralatan musik
Eropa tersebut, untuk memainkan reportoir laras diatonik maupun
lagu-lagu yang berlaras pelog bahkan slendro. Tentu saja terdengar
suatu suguhan yang terpaksa, karena dua macam tangga nada
yang berlawanan dipaksakan pada peralatan yang khas berisi kemampuan
teknis nada-nada diatonik. Karena gemuruhnya bahan
perkusi, dan keadaan alat-alat itu sendiri sudah tidak sempuma lagi
memainkan laras diatonik yang murni, maka adaptasi pendengaran
lama kelamaan menerimanya pula.
Para pemain Tanjidor kebanyakan berasal dari
desa-desa di luar Kota Jakarta, seperti di daerah Tangerang, Indramayu
dll. Dalam membawakannya, mereka tidak dapat membaca not balok maupun
not angka, dan lagu-lagunya tidak pula mereka ketahui dan mana
asal-usulnya. Namun semua diterimanya secara aural dari
orang-orang terdahulu. Ada kemungkinan bahwa orang-orang itu
merupakan bekas-bekas serdadu Hindia Belanda, dan bagian musik.
Dengan demikian peralatan musik Tanjidor
yang ditemui kemudian tidak ada yang masih baru, kebanyakan semuanya
sudah bertambalan pateri dan kuning, karena proses oksidasi.
b. Gambang Kromong
Gambang kromong
(atau ditulis gambang keromong)
adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan
alat-alat musik Tionghoa,
seperti sukong, tehyan, dan kongahyan [1]. Sebutan
gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang
kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat
Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740).
Bilahan gambang yang berjumlah
18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu, manggarawan
atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon).
Tangga nada yang digunakan
dalam gambang kromong adalah tangga nada
pentatonik
Cina[1], yang sering
disebut salendro Cina atau salendro mandalungan. Instrumen pada gambang
kromong terdiri atas gambang, kromong, gong, gendang, suling, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan sebagai pembawa melodi.
Orkes gambang
kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur
Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur kebudayaan
tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu
yang menunjukkan sifat pribumi, seperti lagu-lagu Dalem (Klasik) berjudul: Centeh Manis Berdiri, Mas Nona,
Gula Ganting, Semar Gunem, Gula Ganting, Tanjung Burung,
Kula Nun Salah, dan Mawar Tumpah dan sebagainya, dan lagu-lagu Sayur (Pop) berjudul: Jali-jali,
Stambul, Centeh Manis, Surilang, Persi, Balo-balo,
Akang Haji, Renggong Buyut, Jepret Payung, Kramat Karem,
Onde-onde, Gelatik Ngunguk, Lenggang Kangkung, Sirih
Kuning dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak
Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya, seperti Kong Ji Liok, Sip
Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma
Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu dan
sebagainya.
Lagu-lagu yang
dibawakan pada musik gambang kromong
adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran[1]. Pembawaan
lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai
lawannya
c. Orkes Samrah
Samrah
adalah salah satu budaya Betawi. Orkes Samrah berasal dari Melayu sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang
dibawakan seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, dan Cik
Minah dengan corak Melayu, di samping lagu-lagu khas Betawi, seperti
Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung, dan sebagainya. Tarian yang
biasa diiringi orkes ini disebut Tari Samrah.
Gerak tariannya
menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu yang mengutamakan
langkah-langkah dan lenggang lenggok berirama, ditambah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti
pukulan, tendangan, dan tangkisan yang diperhalus. Biasanya penari Samrah turun
berpasang-pasangan. Mereka menari diiringi nyanyian biduan yang melagukan
pantun-pantun bertema percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri
seperti orang buruk rupa hina papa tidak punya apa-apa.
Orkes Samrah
biasa digunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian. Lagu-lagu pokoknya adalah
lagu Melayu seperti: Burung Putih, Pulau Angsa Dua, Cik Minah Sayang, Sirih
Kuning, dan Masmura. Di samping itu, terkadang membawakan lagu khas Betawi,
antara lain: Kicir-kicir, Jali-jali, dan Lenggang Kangkung.Alat musik yang
membentuk orkes Samrah adalah harmonium, biola, gitar, dan tamborin.
Kadang-kadang dilengkapi dengan rebana bahkan gendang. Mengenai alat musik
bernama harmonium ini memang sudah langka.
Kostum yang
dipakai pernain musik Samrah ada dua macam yakni peci, jas, dan kain pelekat
atau peci, baju sadariah, dan celana batik. Sekarang ditambah lagi dengan model
baru yang sebenarnya model lama yang disebut "Jung Serong" (ujungnya
serong) yang terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup
dengan pentolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan di bawah
jas, dilipat menyerong, ujungnya menyempul ke bawah.
Daerah penyebaran Samrah terbatas di
daerah tengah dari wilayah budaya Betawi, yaitu di Tanah Abang, Cikini,
Paseban, Tanah Tinggi, Kemayoran, Sawah Besar, dan Petojo.
d. Rebana
Istilah umum
bagi jenis gendang yang dinamakan rebana
atau robana, yaitu "frame drums", berupa gendang yang memakai
bingkai, karena badan gendang (kelawang), tinggi atau dalamnya hanya beberapa
inci saja jika dibandingkan dengan jenis-jenis gendang lainnya. Permukaan yang
paling lebar dari bingkai tadi, diberi kulit dan direnggangkan, sedangkan muka
yang sebelah lagi dibiarkan terbuka. Wujud rebana
itu hampir mirip dengan sebuah pasu kayu untuk tempat air, pada zaman dahulu
saat panci besi dan plastik belum dikenal.
Di Betawi, rebana (robana) dikenal sebagai alat musik
bermembran yang di beberapa daerah disebut juga terbang. Merupakan gendang
pipih bundar yang dibuat dari tabung kayu pendek dan agak lebar ujungnya, pada
salah satu bagiannya diberi kulit. Nama rebana
diperkirakan berasal dari kata robbana, yang berarti Tuhan Kami. Sebutan itu
timbul karena alat musik ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu bernafaskan
agama Islam yang sering melagukan syair yang mengundang kata robbana.
Lama-kelamaan alat musiknya disebut "rebana"
atau "robana".
Sebagai
instrumen tradisional dari Jakarta, keberadaan rebana
masih bertahan di beberapa tempat seperti Kampung Bojong. Biasanya dimainkan
saat memperingati hari-hari besar agama Islam, seperti peringatan Maulud Nabi
Muhammad SAW Kesenian ini dimainkan oleh para remaja putra dan remaja putri
Kampung Bojong yang biasa latihan di masjid atau madrasah. Kadangkala juga
dipergunakan sebagai sarana upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,
pernikahan, khitanan, kenduri, dsb. Instrumen rebana
di Betawi memiliki berbagai ragam jenis, diantaranya Rebana Ketimpring, Rebana
Hadroh, Rebana Dor, Rebana Qasida, Rebana
Maukhid, Rebana Burdah, Rebana Biang.
e. Keroncong Tugu
Musik keroncong
digemari oleh masyarakat Tugu di Jakarta Utara. Jenis musik inilah yang menjadi
cikal bakal keroncong asli Betawi, yang kemudian dikenal dengan sebutan
Keroncong Tugu. Di tengah para pemukim Tugu, keroncong memang menemukan bentuk
yang khas, dibandingkan dengan kroncong Jawa, dari segi tempo keroncong Tugu
lebih cepat dan dinyanyikan lebih bersemangat. Karena itu, keroncong Tugu mudah
dipakai untuk mengiringi dansa. Perbedaan lainnya, gitar Tugu lain dari yang
lain. Ukurannya lebih kecil dari gitar biasa. Senarnya lima. Dan di kalangan
penduduk Tugu, gilar mini ini disebut "jitera" yang dibuat
dati batang pohon waru yang dibobok. Di zaman dulu, "empu" jitera
yang paling termasyur adalah Leonidas Salomons - kini sudah mendiang.
Jejak-jejak
Portugis yang masih terlihat dalam keroncong Tugu, di antaranya ialah lagu lama
yang hampir setiap orang Indonesia pernah dilelapkan tidurnya dalam buaian atau
gendongan dengan lagu tersebut, yang bernama. "Nina Bobok."
Dari blantika
keroncong Tugu, tak bisa dilupakan nama Jacobus Quiko, yang pada tahun 1975
menerima piagam penghargaan Gubernur DKI Jakarta. Dialah, sejak 1939, memimpin
Orkes Keroncong Tugu yang terbilang unik itu. Bersamanya, dikenal Tante
Christina, biduanita yang menerima penghargaan yang sarna setahun sebelumnya. Moresco
tentulah "lagu wajib" yang tak bisa dipisahkan dari keroncong Tugu.
Moresco asli bercerita tentang seorang perawan Muslim asal Moro, yang kemudian
termasyur sebagai penari. Ada sepenggal kuplet Moresco dalam dialek
Tugu: Anda-anda na bordi de mare/Mienja korsan nunka contenti/Io buskaja
mienja amadal Nunka sabe ela ja undi. Adapun maknanya: Jauh-jauh
mengarungi samudra/Hatiku tak pernah ceria/Terus mencari belahan sukma/Tapi
kini di manakah dia. Selain Moresco, terdapat sejumlah lagu lain, yaitu: Kafrinyo,
Prounga, Jankagaletti.
·
Ondel-ondel
![]() |
Ondel-ondel
merupakan salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan
dalam pesta-pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek
moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu
desa.Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 m dengan
garis tengah 80 cm, dibuat dari anyarnan barnbu yang disiapkan begitu rupa
sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok,
dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat
dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih.
Semula
ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang
gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak
pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada
peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus
modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias
wajah kota metropolitan Jakarta.
·
Teater
tradisional
a. Lenong
Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara
rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta,
Indonesia.[1] Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan
alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan
kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan
sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu
menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan
dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Masarakat Betawi sangat mencintai kesenian lenong betawi. Sederhananya, lenong
merupakan bentuk teater tradisional yang dikembangkan oleh orang-orang Betawi.
Secara praktis, kesenian tradisional ini memainkan pertunjukan seperti halnya
teater dengan diiringi musik gambang kromong. Alat-alt musik seperti gambang,
kromong, gong, kendang, kempor, suling, kecrek, dan alat musik khas
Tionghoa, misalnya: tehyan, kongahyang, dan sukong.
Dalam
seni pertunjukan lenong betawi, dimuat lakon yang mengandung pesan moral,
misalnya menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela.
Pengantar bahasa dalam kesenian ini adalah bahasa Melayu dengan dialek khas
Betawi.
Dalam catatan sejarah, kesenian lenong berkembang pada akhir
abad ke-19. Menurut pengamat kesenian, pertunjukan Lenong Betawi merupakan
hasil adaptasi masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti yang sedang
berkembang saat itu. Lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang
kromong dan sebagai tontonan yang sudah dikenal sejak 1920-an. Di dalam
penggunaan musik khas Tionghoa, hal itu mengindikasikan adanya perkawinan
budaya antara pribumi dan pendatang (Tionghoa). Masyarakat betawi pada waktu
itu telah menjadi masyarakat yang majemuk dan menghargai perbedaan. Terdapat
dua jenis lenong yaitu :
-Lenong
Denes sendiri adalah perkembangan dari
bermacam bentuk teater rakyat Betawi yang sudah punah, seperti wayang sumedar,
wayang senggol ataupun wayang dermuluk. Lenong yang menyajikan cerita-cerita
kerajaan seperti, indra Bangsawan, Danur Wulan dan sebagainya, menurut istilah
setempat disebut Lenong Denes. Bahasa yang digunakan dalam pentaspun, bukan
bahasa Betawi sehari-hari, melainkan bahasa "Melayu Tinggi", dengan
kata-kata ; "hamba", "kakanda", "adinda",
"beliau", "daulat tuanku", "syahdan", berdatang
sembah dan sebagainya. Bahasa demikian dewasa ini sudah sedikit sekali yang
dapat menghayati, termasuk para seniman lenong sendiri. Oleh karenanya
penggunaanya tampak kaku, sulit untuk dapat melahirkan humor spontan. Oleh
karena itu pula makin menyusut peminatnya.
-Lenong
preman sendiri adalah Lenong Preman membawakan cerita tentang
kehidupan drama rumah tangga sehari-hari. Lenong Preman sering disebut juga
Lenong jago, karena cerita yang dibawakan umumnya kisah para jagoan, tuan
tanah, seperti: Si Pitung, Mirah dari Marunda atau Pandekar Sambuk Wasiat.
Cerita tentang kepahlawanan dan kriminal pun menjadi tema utama lakon Lenong
ini. Bersifat humor dan bahasa yang digunakan cenderung kasar dan tidak sopan
karena spontan.
·
Kuliner
Jakarta memiliki
beragam masakan khas sebagai kekayaan kuliner Indonesia. Sebagai kota
metropolitan Jakarta banyak menyediakan makanan khas. Salah satu ciri dari
makanan khas Jakarta adalah memiliki rasa yang gurih. Makanan-makanan khas dari
Betawi / Jakarta diantaranya yaitu :
a. Kerak Telor

Kerak telor
merupakan salah satu makanan khas daerah Betawi. Makanan ini dibuat dari
bahan-bahan antara lain seperti beras ketan putih, telur ayam atau telur bebek,
ebi (udang kering) dan parutan kelapa yang disangrai kering, serta bawang
goreng, cabai merah, kencur, jahe, merica, garam dan gula pasir sebagai bumbu
pelengkapnya.
Cara membuat
makanan ini cukup unik karena tidak dimasak di atas kompor namun dimasak diatas
bara api. Pedagang kerak telor sesekali membalikkan wajan agar permukaan dari
kerak telor tersebut juga terpanggang dan matang merata sambil dikipas-kipas
agar bara api tetap menyala. Setelah kering dan matang kerak telor siap untuk
disajikan
Kerak telor terbuat dari bahan-bahan yaitu ketan putih, telur ayam atau bebek, bawang merah goreng, udang goreng, cabai merah, kencur, jahe, kelapa sangrai, gula, garam, dan merica. Kerak telor memiliki rasa yang gurih dan enak dinikmati selagi hangat.
Kerak telor terbuat dari bahan-bahan yaitu ketan putih, telur ayam atau bebek, bawang merah goreng, udang goreng, cabai merah, kencur, jahe, kelapa sangrai, gula, garam, dan merica. Kerak telor memiliki rasa yang gurih dan enak dinikmati selagi hangat.
b. Kembang Goyang
![]() |
Kembang goyang
mungkin aslinya adalah makanan orang Cina Peranakan. Camilan yang satu ini bisa
dibilang sejenis crackers karena renyah dengan rasa manis dan gurih. Kembang
goyang adalah penganan yang terbuat dari tepung beras, lalu adonan dicetak
dalam cetakan berbentuk bunga sehingga terciptalah bentuk kembang ini. Camilan
ini cocok dimakan di sore hari sambil menikmati teh hangat. Kembang goyang
biasa ditemukan di pasar-pasar tradisional di Jakarta, meski keberadaannya kini
juga sudah mulai jarang ditemukan. Jika punya cukup waktu, sebenarnya Anda bisa
mencoba membuat kembang goyang ini di rumah karena prosesnya tidak terlalu
rumit.
c. Roti Buaya
![]() |
Buaya adalah
binatang yang paling setia dengan pasangannya. Buaya berbentuk roti dalam
masyarakat Betawi merupakan representasi dari kesetiaan. Oleh karena itu harus
diberikan sepasang. Roti buaya adalah salah satu prasayarat yang harus ada
dalam upacara pernikahan Betawi. Roti buaya ini berbentuk buaya kecil yang
lucu. Namun sayang, roti ini juga sekarang mulai sulit didapatkan. Toko-toko
roti modern lebih banyak menjual berbagai jenis roti dari luar dari pada roti
khas Betawi ini.
d. Kue Rangi
![]() |
Kue rangi atau
biasa disebut sagu rangi terbuat dari tepung kanji dicampur dengan kelapa yang
diparut kasar. Dahulu, orang memanggang kue rangi dengan memanfaatkan api yang
berasal dari kayu bakar atau arang. Alhasil, kue tersebut menjadi lebih wangi.
Kue rangi adalah salah satu makanan khas Betawi yang juga mulai jarang
didapatkan. Rasanya gurih karena mengandung parutan kelapa dan juga manis
karena di permukaan kue ditaburi gula merah. Aromanya jangan tanya, harum dan
menggugah selera.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus